Ada kelabu yang menggelayut saat menghitung mundur waktu menuju umur yang baru. Ada resah yang melanda untuk menerima kenyataan bahwa usia ini bertambah lagi. Dan ada perasaan tidak rela yang menghantui untuk menyadari I’m no longer the youngest girl in the office.
Bukankah setiap pertambahan usia akan berdampak pada konsekuensi tanggung jawab hidup yang lebih besar? Melangkah masuk menuju umur 26 tahun dan menyadari saya sudah hidup lebih dari seperempat abad di dunia ini, apa saja yang sudah saya lakukan selama ini? Apa dampaknya untuk diri sendiri, untuk orang-orang yang saya sayangi, untuk orang-orang yang berada di ‘lingkaran’ saya? Bukankah tidak selamanya apa yang menurut kita baik memiliki makna serupa dengan apa yang orang lain pikirkan? Usia 26 tahun adalah rentang usia yang cukup panjang untuk mendapat sebutan dewasa oleh lingkungan dan disertai dengan berbagai perangkat tanggung jawab dan kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi tuntutan lingkungan dan masyarakat.
Saya tahu, pasti kalian akan berkata “Tidak perlu memperdulikan lingkungan, jalani saja apa yang menurut kamu baik dan ikuti kata hatimu”, atau mungkin “Hidupmu adalah milikmu sendiri, orang lain tidak berhak mengaturnya”. Percayalah, saya selalu memegang teguh pendirian tersebut. Paling tidak sampai beberapa bulan sebelum usia saya beranjak menuju 26 tahun. Saya sadar betapa saya sangat menikmati hidup ini ketika mengejar mimpi dan menjalani setiap detiknya dengan melakukan berbagai hal yang saya cintai. Berbagai hal yang saya sebut dengan kata passion. Sebuah kata sakti yang mampu membuat saya melakukan berbagai hal menyenangkan yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya.
Namun, bukankah manusia harus menjalani perannya sebagai manusia sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu memerlukan orang lain untuk menunjang hidupnya. Dalam menjalankan perannya sebagai mahkluk sosial maka manusia harus memenuhi tanggung jawabnya di dalam masyarakat; tanggung jawab yang terbentuk dari sistem norma yang telah berlangsung lama di dalam sendi kehidupan masyarakat. Dan tidak jarang tanggung jawab dan kewajiban sosial ini bertentangan dengan keinginan pribadi.
Beberapa rentetan kejadian yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini memaksa saya untuk mengevaluasi ulang berbagai hal dari perspektif yang sama sekali berbeda. Ada beberapa keadaan yang saya pun tidak memiliki kuasa untuk mengubahnya. Saya sadar, sebentar lagi peranan saya dalam keluarga akan semakin besar seiring dengan dekatnya masa pensiun kedua orang tua. Saya pun disadarkan bahwa saya tidak bisa bermain-main lagi seperti dahulu kala, ada tanggung jawab besar yang harus saya pikul di depan sana. Menjadi dewasa, menjadi tua, adalah pasti, dan semua itu disertai dengan konsekuensi tanggung jawab yang mau tidak mau harus diambil.
Melewati usia 26 tahun, menyadari bahwa waktu terus berjalan maju tanpa mau memperlambat langkahnya. Melihat sejenak ke belakang akan keriaan, kepolosan, kenekatan, dan semua hal gila yang telah dilakukan beberapa masa silam, apakah semua itu masih akan ada di depan sana? Menjadi dewasa, berusaha memenuhi peran di dalam masyarakat, memenuhi semua tanggung jawab sosial. Ah, betapa seriusnya hidup di usia dewasa. Betapa saya ingin selamanya membeku di usia 25 tahun saja.
Dan pertanyaan simpel yang selalu saya tanggapi sambil lalu pun ternyata mulai menghantui ketika detik-detik menuju usia yang baru itu semakin mendekat. Kapan saya akan menikah? Kapan saya akan bertemu dengan pasangan hidupnya? Bagaimana saya tahu kalau nantinya dialah yang akan menjadi pasangan hidup saya? Rasa iri mulai menjalari ketika sahabat-sahabat terbaik saya mulai bertemu dengan pasangan hidupnya. Kesepian mulai sering mampir ketika saya mulai kesulitan mencari waktu untuk dihabiskan bersama teman-teman yang telah melepas masa lajangnya. Dan tiba-tiba saya bertanya, "Why I'm keep being single 'till this time?". Saya yang selama ini sangat menikmati kata being single tiba-tiba mempertanyakan kembali makna dari being single.
Sungguh berat merelakan diri ini melangkah menuju umur yang baru. Usia 25 tahun terasa sangat berwarna, begitu banyak mimpi dan cita-cita yang dikejar, warna-warni kehidupan merekah dengan semarak dan semua chapter dalam cerita kehidupan saya terjalin dengan manisnya. Tetapi saya tidak bisa menahan waktu yang terus berjalan. Mau tidak mau, suka tidak suka, saya harus terus maju ke depan untuk mengiringi waktu yang berdetak. Ada apa di depan sana? Ada kejutan apa di depan sana? Entahlah...
Selamat ulang tahun, umurmu di dunia bertambah satu tahun lagi...
0 Response to "Twenty Six"
Posting Komentar