‘Kita tuh apaan sih A?’
‘Kita… Apa ya? Menurut kamu?’ A malah bertanya balik.
‘Aku tuh bingung sama kita. Temen bukaaann, pacar juga bukan. Just questioning A, curious I tought.. Doesn’t mean I want to make you my BF’
‘Ya bagi aku, kamu tuh teman yang spesial. Aku bisa cerita apapun sama kamu, berbagi tentang apapun. Kamu tuh lebih dari seorang teman buat aku.’
‘Tapi aku tetep bukan pacar kamu kan?’ saya kembali mengulang pertanyaan yang sama. Hanya ingin meyakinkan kalimat dari orang yang saya kenal dekat lebih dari setahun terakhir ini.
‘……………’ A tidak menjawab. Dia memang selalu cenderung menghindari percakapan seperti ini.
‘Aku tuh kurang apa sih A? Again, I’m just questioning, just curious’
A masih terdiam, tampak bosan dan jengah dengan percakapan ini. ‘Aku tanya seperti ini bukan karena aku pengen minta kejelasan dari kamu ya A. Aku cuma penasaran aja. Cuma pengen tau aja lagi’, saya melanjutkan percakapan dengan tawa berderai. Mencoba mencairkan suasana yang menjadi tegang diantara kami.
‘Apa yaaa... Ya aku nyaman berbagi sama kamu, ngobrol dan diskusi sama kamu. Ya udahlah kayak gitu, kamu pengen aku ngomong apa sih?’ nada suara A sedikit meninggi, jelas dia ingin segera mengakhiri percakapan konyol ini.
‘Mungkin aku lagi pengen menjalin hubungan yang serius. Aku nyari calon istri bukan pacar. Kalau aku cari pacar, kamu akan jadi pacar yang sempurna buat aku’. Pernyataannya yang terakhir ini akhirnya menutup diskusi konyol kami berdua.
Ada batas yang jelas dalam hubungan ini, tidak ada marah-marah, satu sama lain bebas dekat dengan orang lain, pokoknya hubungan ini tidak melibatkan perasaan. Tidak ada cerita salah satu marah atau jealous tidak jelas. Tidak ada ikatan diantara kami berdua. Kami teman baik, sedikit lebih dari teman baik persisnya.
Apa iya? Tidak ada yang tahu persis perasaan masing-masing. Tidak ada yang bisa meramalkan masa depan. ‘Ya kita kan nggak tau apa yang akan terjadi. Bisa aja kan tiba-tiba perasaan itu timbul’ ucapmu pada sebuah percakapan telepon. ‘Oh please A, jangan mengaburkan garis batas yang sudah kita tetapkan sebelumnya’, karena kamu tidak pernah tahu bagaimana rasanya saat perasaan ikut terlibat.
Kamu tidak pernah tahu bagaimana rasa terkoyak saat kamu bercerita tentang gadis yang kamu suka. Gadis yang kamu yakini akan menjadi pendamping hidup kamu. Aku yang selalu menjadi tempatmu berbagi cerita ikut bahagia mengetahui berita ini pertama kali namun sekaligus merasa kehilangan. Dengan bahagia kamu bercerita tentang gadis ini, semua hal tentangnya yang membuat kamu cinta mati dengannya. Dan aku sadar kalau aku tidak akan pernah bisa berada dalam posisi tersebut. Sekarang giliran aku yang mengaburkan garis batas diantara kita.
Dear A, aku terlalu mengenal kamu. Aku tidak mungkin menjadi ‘seseorang’ di masa depan kamu. Semua ucapan sayang yang keluar rasanya terlalu semu dan palsu dan aku tidak berani mempertaruhkan perasaan untuk mempercayainya. Bahkan aku pun tidak yakin apakah kamu yang akan menjadi 'seseorang' di masa depanku nanti.
'Jadiii... kita tuh apaan ya A?'
'Iiihhh... nggak cape ya ngebahas masalah ini terus?'
0 Response to "Garis Batas Yang Mengabur"
Posting Komentar