Kalau boleh jujur saya itu tidak pernah pede kalau masuk dalam satu lingkungan baru atau memulai basa-basi dengan seseorang yang asing. Biasanya saya akan menarik diri dan hanya menjadi pengamat sebelum akhirnya bisa berbaur dan beradaptasi. Itu pun kalau saya merasa nyaman dengan lingkungan baru atau orang asing tersebut. Sifat seperti ini menjadi masalah ketika saya harus berhadapan dengan kata 'kopi darat,' satu hal yang acapkali terjadi dalam dunia yang serba maya ini.
Kecuali saya kenal baik dengan orang yang mengajak kopdar ini, saya lebih memilih untuk menghindari kopdar one on one. Alias kopdar hanya dengan seorang blogger. Bagaimana kalau saya merasa tidak nyaman? Bagaimana jika tiba-tiba saya kehabisan topik pembicaraan? Bagaimana jika acara kopdarnya menjadi garing karena kebanyakan diisi dengan dead air? Duh, ngebayanginnya aja saya udah mules. Jadi jangan heran kalau acara kopdar saya partisipannya pasti dia-lagi-dia-lagi (refer to Mila, Cipu, Exort), atau malah kopdar rame-rame sekalian dengan teman-teman blogger baru *bisa ngumpet kalau kehabisan topik pembicaraan*.
Sewaktu di Jogja, saya sempat keroyokan kopdar dengan Rio, Fuji, Maya, dan mas Ari. Semalam suntuk kami mengobrol di angkringan ditemani berpiring-piring camilan dan aneka macam minuman yang terus mengalir ke dalam gelas masing-masing. Tidak ada kata bosan. Tawa terus mengalir di malam itu. Tidak ada dead air karena masing-masing berhasrat untuk berbincang. Entah karena kami semua sudah saling mengenal dengan baik di dunia maya, entah karena itu merupakan kopdar keroyokan, yang pasti itu adalah salah satu kopi darat yang paling menyengkan.
Kalau dihitung-dihitung, tidak sedikit blogger yang berdomilisi di Bogor. Bogor sendiri memiliki satu komunitas blogger yang memiliki banyak partisipan. Namun kembali ke sifat awal saya tadi, saya lebih memilih untuk tidak bergabung dalam komunitas tersebut. Saya lebih nyaman untuk menjadi blogger independen dan membuat jaringannya sendiri sesuai dengan passion dan kesukaan saya. Tidak hanya sekedar berkumpul dalam satu komunitas dan dipersatukan atas nama blogger.
Dan Pagit adalah blogger asal Bogor yang namanya sering saya dengar karena dia berteman baik dengan Mila dan Cipu. Saya dan Pagit tidak sering bertukar sapa di dunia maya, pun kami jarang berkunjung dan meninggalkan komentar di blog satu sama lain. Tapi satu waktu saya iseng meninggalkan komentar di blog Pagit mengajakknya pinjam meminjam koleksi novel. Komentar saya ditanggapi positif dan berlanjut pada tukar-menukar list koleksi novel masing-masing hingga akhirnya kami bertemu di salah satu kedai kopi ternama membawa novel yang akan saling dipinjamkan. Bohong kalau saya tidak nervous menghadapi kopdar one on one ini, namun kekhawatiran saya tidak terjadi. Banyak hal menyenangkan yang saya dan Pagit obrolkan sore itu, mulai dari pekerjaan masing-masing, novel favorit, cerita perjalanan. Di beberapa titik memang sempat terjadi dead air dan terasa canggung, namun tak berapa lama obrolan kembali mengalir.
Kopdar saya lainnya yang tergolong nekat adalah dengan Rhein Fathia. Baik saya dan dia sama sekali tidak mengenal satu sama lain. Saya jarang membaca postingan di blog Rhein begitupun dengan dia. Pertemanan kami terjadi ketika Rhein menerbitkan novel terbarunya di lini Bentang Pustaka dan semesta membelit pertemanan kami karena saya bergabung dengan Mizan dimana beberapa novel Rhein sebelumnya diterbitkan disana. Kami saling bertanya beberapa hal mengenai dua penerbit besar tersebut.Saya bertanya tentang Mizan dan Rhein bertanya tentang Bentang.
Saya dan Rhein sama-sama berdomisili di kota Bogor. Rasanya konyol jika kami tidak pernah bertatap muka langsung. Maka lagi-lagi, kedai kopi itu yang menjadi tempat pilihan untuk bertemu. Dengan sofa-sofa besar, kopi enak, dan hujan yang terus mengguyur Bogor, ah mengapa yang kopdar dengan saya di suasana seromantis itu adalah blogger perempuan? Dan lagi-lagi saya nervous dengan kopdar kali ini. Saya dan Rhein benar-benar dua orang yang asing. Mau ngobrol apa nanti? Jawabannya adalah enam jam ngobrol non stop dan berpindah ke kedai makan tak jauh dari kedai kopi tersebut. Gosip sesama penulis, seluk beluk dunia penerbitan, hal-hal yang jarang saya dengar dan saya bagi itu membuat waktu berlalu tanpa terasa *sampai lupa foto bareng malah*
Belajar dari kesuksesan kopdar one on one dengan blogger yang cukup asing ini ternyata semua kekhawatiran saya tidak terbukti *syukurlah*. Secara tidak langsung hal ini meningkatkan rasa percaya diri saya untuk bertatap muka langsung, one on one, dengan teman blogger lainnya.
Canggung saat pertama bertemu adalah hal yang pasti terjadi, namun setelah beberapa obrolan ringan sebagai ice breaking semuanya akan mengalir lancar. Bertemu dengan teman baru memang selalu menyenangkan. Tidak perlu menjadi seorang yang sempurna di depan seseorang yang sama sekali baru, cukup menjadi diri sendiri apa adanya. Dead air adalah satu hal yang wajar terjadi, tidak perlu cemas. Topik pembicaraan tersedia banyak di luar sana. Kita hanya perlu membuka hati dan pikiran terhadap segala sesuatu hal yang baru, termasuk teman baru.
Dan perlahan demi perlahan, cangkang selaput tipis yang biasanya otomatis menyelubungi saya sebagai bentuk pertahanan diri dari sebuah lingkungan yang asing, menghilang.
Kecuali saya kenal baik dengan orang yang mengajak kopdar ini, saya lebih memilih untuk menghindari kopdar one on one. Alias kopdar hanya dengan seorang blogger. Bagaimana kalau saya merasa tidak nyaman? Bagaimana jika tiba-tiba saya kehabisan topik pembicaraan? Bagaimana jika acara kopdarnya menjadi garing karena kebanyakan diisi dengan dead air? Duh, ngebayanginnya aja saya udah mules. Jadi jangan heran kalau acara kopdar saya partisipannya pasti dia-lagi-dia-lagi (refer to Mila, Cipu, Exort), atau malah kopdar rame-rame sekalian dengan teman-teman blogger baru *bisa ngumpet kalau kehabisan topik pembicaraan*.
Sewaktu di Jogja, saya sempat keroyokan kopdar dengan Rio, Fuji, Maya, dan mas Ari. Semalam suntuk kami mengobrol di angkringan ditemani berpiring-piring camilan dan aneka macam minuman yang terus mengalir ke dalam gelas masing-masing. Tidak ada kata bosan. Tawa terus mengalir di malam itu. Tidak ada dead air karena masing-masing berhasrat untuk berbincang. Entah karena kami semua sudah saling mengenal dengan baik di dunia maya, entah karena itu merupakan kopdar keroyokan, yang pasti itu adalah salah satu kopi darat yang paling menyengkan.
Kopdar Jogja
Kalau dihitung-dihitung, tidak sedikit blogger yang berdomilisi di Bogor. Bogor sendiri memiliki satu komunitas blogger yang memiliki banyak partisipan. Namun kembali ke sifat awal saya tadi, saya lebih memilih untuk tidak bergabung dalam komunitas tersebut. Saya lebih nyaman untuk menjadi blogger independen dan membuat jaringannya sendiri sesuai dengan passion dan kesukaan saya. Tidak hanya sekedar berkumpul dalam satu komunitas dan dipersatukan atas nama blogger.
Dan Pagit adalah blogger asal Bogor yang namanya sering saya dengar karena dia berteman baik dengan Mila dan Cipu. Saya dan Pagit tidak sering bertukar sapa di dunia maya, pun kami jarang berkunjung dan meninggalkan komentar di blog satu sama lain. Tapi satu waktu saya iseng meninggalkan komentar di blog Pagit mengajakknya pinjam meminjam koleksi novel. Komentar saya ditanggapi positif dan berlanjut pada tukar-menukar list koleksi novel masing-masing hingga akhirnya kami bertemu di salah satu kedai kopi ternama membawa novel yang akan saling dipinjamkan. Bohong kalau saya tidak nervous menghadapi kopdar one on one ini, namun kekhawatiran saya tidak terjadi. Banyak hal menyenangkan yang saya dan Pagit obrolkan sore itu, mulai dari pekerjaan masing-masing, novel favorit, cerita perjalanan. Di beberapa titik memang sempat terjadi dead air dan terasa canggung, namun tak berapa lama obrolan kembali mengalir.
Diambil dari blog Pagit ;)
Saya dan Rhein sama-sama berdomisili di kota Bogor. Rasanya konyol jika kami tidak pernah bertatap muka langsung. Maka lagi-lagi, kedai kopi itu yang menjadi tempat pilihan untuk bertemu. Dengan sofa-sofa besar, kopi enak, dan hujan yang terus mengguyur Bogor, ah mengapa yang kopdar dengan saya di suasana seromantis itu adalah blogger perempuan? Dan lagi-lagi saya nervous dengan kopdar kali ini. Saya dan Rhein benar-benar dua orang yang asing. Mau ngobrol apa nanti? Jawabannya adalah enam jam ngobrol non stop dan berpindah ke kedai makan tak jauh dari kedai kopi tersebut. Gosip sesama penulis, seluk beluk dunia penerbitan, hal-hal yang jarang saya dengar dan saya bagi itu membuat waktu berlalu tanpa terasa *sampai lupa foto bareng malah*
Belajar dari kesuksesan kopdar one on one dengan blogger yang cukup asing ini ternyata semua kekhawatiran saya tidak terbukti *syukurlah*. Secara tidak langsung hal ini meningkatkan rasa percaya diri saya untuk bertatap muka langsung, one on one, dengan teman blogger lainnya.
Canggung saat pertama bertemu adalah hal yang pasti terjadi, namun setelah beberapa obrolan ringan sebagai ice breaking semuanya akan mengalir lancar. Bertemu dengan teman baru memang selalu menyenangkan. Tidak perlu menjadi seorang yang sempurna di depan seseorang yang sama sekali baru, cukup menjadi diri sendiri apa adanya. Dead air adalah satu hal yang wajar terjadi, tidak perlu cemas. Topik pembicaraan tersedia banyak di luar sana. Kita hanya perlu membuka hati dan pikiran terhadap segala sesuatu hal yang baru, termasuk teman baru.
Dan perlahan demi perlahan, cangkang selaput tipis yang biasanya otomatis menyelubungi saya sebagai bentuk pertahanan diri dari sebuah lingkungan yang asing, menghilang.
0 Response to "Di Balik Kopi Darat"
Posting Komentar