.....
Mendengar ucapan saya Teddy hanya menyeringai tak berdosa dan sibuk mencari cara untuk membersihkan SLR-nya dari tempelan lumpur. Hah, harga yang pantas untuk sebuah rasa penasaran yang melibatkan saya di dalamnya. Kamera saya selamat dari lumpur karena sempat dimasukkan ke dalam tas. Wait,jangan-jangan tas saya… “Aaarrgh, tas gue penuh lumpur. Pasti tadi keseret-seret pas ngerangkak di terowongan. Ini tas kesayangan gue tau, gue musti nabung tiga bulan buat bisa beli tas ini. Uuughh, this is all because of you and your curiosity.”
"But that was fun rite?” Teddy berhenti membersihkan SLR-nya dan menepuk-nepuk lembut rambut saya. Perlahan cuaca cerah yang bersahabat sejak pagi hari dengan cepat mengubah suasana hatinya. Langit semakin terlihat tidak bersahabat, awan mendung menggumpal berat siap menumpahkan hujan kapanpun dia mau. Titik-titik halus air berjatuhan ke bumi, menyentuh lembut dedaunan dan perlahan membasahi kami yang masih duduk termangu di depan Londa. Saya membuka payung dan memayungi kami berdua. Tanpa sadar saya meraba rambut yang terasa lengket, “Teddy, tangan lo penuh lumpur jangan dipake buat megang rambut gue dong!!!”
.....
(4 Hari Untuk Selamanya, wait for further stories)
0 Response to "Rumah Terakhir"
Posting Komentar